Saturday, November 27, 2010

Bangkit Karena Mu

“Patton, kamu sadar dong kasihan bu Ira kan?” Debo menasihati temannya, memang akhir-akhir ini Patton sering membolos, dan itu membuat bu Ira marah-marah.
“Heh! Apa urusan lo sama gue? Terserah gue dong mau ngapain!” Patton mendorong tubuh Debo sampai ia terjatuh.
“Ton, asal lo tahu ya, kalau bukan karena bu Ira gue nggak bakal ngurusin lo!” Debo pun berlalu, sedangkan Patton asyik main PS di rental PS. Hari ini sudah genap seminggu Patton tidak masuk sekolah, bu Ira gurunya hanya bisa mengelus dada.
***
Saat bu Ira masuk kelas, ia pasti menanyakan keberadaan Patton. Dan jawabannya pasti sama yaitu tidak masuk. Bu ira sebenarnya sudah sangat geram dengan sikap Patton yang menyepelehkan sekolah, sedangkan orang tua Patton selalu memarahi bu Ira sebab Patton bersaksi bahwa bu Ira telah melakukan penganiayaan padanya. Jelas bu Ira menentang hal itu, begitu juga dengan anak-anak. Sekelas membenci Patton sebab ia sudah membuat bu Ira sedih, dan yang pasti sakit.
“Bu, bagaimana kalau Patton kita grebek?” usul seorang murid.
“Tidak perlu, biar ia sadar kelak.”
Sepulang sekolah bu Ira menuju rumah Patton, tapi sebelumnya ia mengunjungi rental PS tempat Patton biasa main. Benar, di sana ada Patton!
“Patton, kapan kamu masuk sekolah?” Bu Ira menepuk bahu Patton. Seketika Patton mendorong tubuh bu Ira sampai terjatuh. Terlihat jelas bu Ira merasa kesakitan, terang saja saat itu di sedang hamil 1 bulan.
“Woy, Ton! Ini ibunya pendarahan.” Patton panik, ia tidak mau menolong bu Ira tapi ia malah kabur, mana belum membayar uang main PS lagi, benar-benar anak yang tidak bertanggung jawab. Tanpa menghiraukan Patton, orang-orang di sekitar rental segera membawa bu Ira ke rumah sakit, selama perjalanan bu Ira hanya mengeluh kesakitan.
“Dok, janin saya masih bisa ditolong kan, dok?” Bu Ira khawatir janin yang ia kandung tak bisa di tolong. Dokter menggeleng, langsung bu Ira menangis tersedu sebab ini adalah kandungan pertamanya, dan sudah hampir lima tahun dia menunggu tapi sekarang semua telah terlambat.
***
“Anak-anak, hari ini bu Ira tidak bisa mengajar kalian, jadi kerjakan tugas…….” Seisi kelas ramai, bertanya ada apa dengan bu Ira, saat anak-anak hendak bertanya malah guru BK pergi. Simpang siur kejadian kemarin terdengar sampai ke telinga anak-anak, berbagai respon bermacam-macam, tapi semua menyalahkan Patton pastinya.
“Dasar pembunuh!” Di sekolah beredarlah kata ‘Pembunuh’ yang ditujukan pada Patton. Semua tetangga Patton, berbondong mengunjungi rumah Patton seraya membawa karton bertuliskan ‘Patton Pembunuh’. Muncullah orang tua Patton dari balik pintu, mereka sangat bingung dengan apa yang terjadi.
“Ada apa ini anak-anak?”
“Patton pembunuh, Patton pembunuh!” Sorak anak-anak layaknya berdemo, tak hanya anak-anak, orang tua dan teman terdekat bu Ira juga ikut melakukan demo terhadap Patton.
“Patton pembunuh? Siapa yang telah ia bunuh?” Ayah Patton terheran-heran, ia tak habis pikir bagaimana bisa anaknya membunuh seseorang.
“Anaknya bu Ira!” Teriak murid-murid serempak, kemudian ayah Patton menghampiri Patton di kamarnya, tapi ia tidak menemukan anaknya, terlihat jendela kamarnya terbuka, bertanda Patton kabur dari rumah. Secepat mungkin ayahnya mencari anaknya di belakang rumah, sayang tak terlihat sama sekali Patton.
“Semuanya, saya harap ada salah satu orang yang bisa menjelaskan pada saya, apa yang sebenarnya terjadi?” Seorang anak, yang tak lain adalah Debo berjalan dan memulai percakapan.
“Pak, apa bapak tidak tahu bahwa Patton setiap hari selalu membolos pak, ia selalu bermain di tempat PS.”
“Lalu bagaimana anak saya bisa membunuh orang lain?”
“Saat bu Ira, guru kami mencoba membujuk Patton untuk kembali bersekolah Patton enggan dan mendorong bu Ira sampai ia pendarahan dan akhirnya bu Ira keguguran.” Jelas Debo, saat itu juga ayah Patton menangis.
“Anak saya itu tidak pernah kapok, saat kami tidak punya uang ia meminta hal yang sangat mahal harganya dan kami tidak memperbolehkannya. Akhirnya ia melampiaskannya pada adiknya.” Cerita ayah Patton sambil tersedu.
“Adik? Jadi Patton dulu punya adik?”
“Iya, sama seperti saat ini, tapi ia membunuh adiknya saat adiknya sedang tertidur. Ia menaruh bantal di atas muka adiknya lalu menekannya sampai adiknya tidak bisa bernapas dan akhirnya meninggal.” Debo yang mendengarnya merasa miris, terpintas bayangan bagaimana Patton membunuh adiknya sendiri.
“Sebenarnya apa sih yang diinginkan Patton? Tidakkah ia merasa berdosa melakukan kesalahannya?”
“Sudahlah nak, biarkan Patton menyadarinya sendiri. Kami sudah geram dengan sikapnya, sudah berkali-kali saya peringatkan tetap ia melanggaar.”
“Sekarang, mana Patton?”
“Entah, mungkin ia telah kabur melarikan diri.” Tanpa sepengetahuan orang tua Patton, ternyata Patton melarikan diri ke rumah bu Ira. Tujuannya adalah ingin meminta maaf pada bu Ira, dan juga berjanji akan rajin masuk sekolah dan tidak akan bolos lagi.
“Bu Ira!” Panggil Patton dengan teriakannya yang khas, langsung bu Ira keluar dari rumahnya ia sempat kaget melihat Patton datang ke rumahnya.
“Mau apa kamu ke sini?” Bu Ira sempat sedikit takut pada Patton, tapi perlahan bu Ira menghampirinya.
“Saya mau minta maaf bu, waktu itu saya tidak tahu kalau ibu sedang hamil. Maafkan saya bu.” Patton bersujud di bawah kaki bu Ira.
“Sudahlah, Ton. Ibu tahu kamu tidak bermaksud membunuh anak ibu, tenang saja ibu sudah memaafkan kamu, Ton.”
“Saya berjanji bu akan menebus semuanya dengan cara rajin masuk sekolah dan berusaha masuk lima besar di kelas.” Bu Ira memeluk Patton erat, ia sadar bahwa patton tak sepenuhnya bersalah. Lalu bu Ira mengantar patton pulang.
“Ayah, maafkan Patton. Patton tahu Patton ini anak yang tidak berguna selalu menyusahkan orang lain, dan dua kali menghilangkan nyawa orang lain. Tapi saat itu Patton tidak tahu, Patton masih sangat kecil, yah.” Patton menangis dibawah kaki ayahnya, ia menangis tersedu-sedu, melihat kejadian ini semua yang melihat ikut terenyuh.
“Nak, ayah tidak bisa memaafkan kamu jika kamu tidak bisa berubah.” Ayahnya juga ikut menangis, sambil mengelus rambut anaknya.
“Patton janji, yah. Berkat bu Ira, Patton jadi tahu apa itu arti kehidupan dan sekolah, jika bu Ira tidak ada mungkin Patton akan terus nakal, yah.” Anak dan bapak itu pun saling berpelukan, saling memaafkan, begiru juga bu Ira dengan Patton.
“Bu, terima kasih karena bu guru aku jadi bisa berubah, aku khilaf bu.” Bu Ira hanya mengelus kepala Patton saja.
***
“Patton, selamat yah, kamu menjuarai Olimpiade Sains Kuark tingkat Nasional.” Ucap bu Ira bangga, terlihat patton sumringah memegang piala yang besar sekali.
“Iya, bu. Kalau bukan karena ibu, mungkin sekarang saya tidak bisa sampai di sini, dan mungkin sekarang saya sedang main PS bu,” Gurau mereka, candaan itu membuat mereka tertawa, walau sebenarnya candaan itu membuat mereka teringat dengan kejadian satu tahun silam.
“Kak, Patton! Nanti kalau besar aku mau menang Olimpiade matematika, biar bisa ngalahin kakak.” Suara anak kecil tanpa dosa itu membuat keadaan menjadi cair kembali.
“Iya, Kelvin.” Patton mengelus kepala anak itu.
“Kelvin, ayo kita antar kak Patton pulang!” Kelvin, anak bu Ira hanya mengangguk sambil memegang tangan ibunya yang baik hati.

No comments:

Post a Comment

ayo komentar postingan ini, pasti komentar kalian akan sangat berguna buat saya khususnya. komentar ya....