Sunday, November 21, 2010

Penantianku

PENANTIANKU

Inilah aku Claudia Kaira Nabila yang sangat mengagumi sosok C.A.K.K.A. Dialah yang membuat aku masih punya keinginan besar untuk tetap hidup.  Aku buta saat itu, seandainya saat menuju studio  4 aku membawa alat bantu pernapasan mungkin sekarang aku tidak buta.
            Aku masih ingat betul, saat menuju studio 4 aku berdesakkan dengan penonton lain. Karena aku juga menderita asma jadi aku tidak kuat untuk berdiri dan akhirnya aku terjatuh pingsan. Belum sempat aku melihat idolaku, tapi kepalaku telah membentur lantai dengan sangat keras.
            “Aku di mana?”
            “Rumah sakit, sayang.” Terdengar suara ayahku.
            “Cakka, mana dia? Kenapa semua gelap” aku sudah seperti orang ling-lung saja.
            “Apa itu Cakka! Tidak penting!” bentak ayah padaku.
            “Ayah, kenapa semua gelap? Ayah di mana?” aku sudah merasa seperti orang buta saja.
            “Kamu buta, nak. Dan ini semua karena Cakka!”
            “Jangan salahkan dia, yah. Ini salahku tidak membawa alat bantu pernapasan waktu itu, jadi asmaku kambuh!” kataku sambil tersedu-sedu, aku sangat tidak menginginkan hal ini terjadi, dan aku sama sekali tidak pernah bisa melihat idolaku lagi.
            “Lagipula sekarang kamu tidak bisa melihatnya lagi!” suara ayah sudah tak terdengar lagi, hanya ada suara angin. Terlintas dipikiranku untuk mendengar mp3 Cakka, tapi aku tidak tahu di mana i-Podku berada. Dengan perasaan takut, aku mencoba bangkit dan aku menemukan sebuah pintu. Aku buka pintu itu, dan aku mendengar suara orang berlalu-lalang sangat ramai. Aku berbelok ke arah kanan dari kamarku tadi, terkadang aku tersandung dan menabrak orang.
            “Aduh, dek. Kalau jalan lihat-lihat ya.” Sapa seorang bapak yang tidak sengaja ku tabrak.
            “Maaf, pak. Saya ini buta.”
            “Oh, maaf, ya. Kamu mau ke mana? Mungkin bapak bisa bantu.”
            “Aku mau ke studio 4 RCTI.” Entah mengapa tiba-tiba terlintas di pikiranku untuk berkata itu.
            “Mau nonton Idola Cilik 2?”
            “Iya, kok bapak tahu?” Kemudian aku dan bapak itu duduk sambil berbincang, baru ku tahu bahwa itu om Tunggul, ayahnya Cakka. Katanya dia ke rumah sakit karena mau menemui temannya yang kebetulan juga dirawat di sini. Langsung aku berkata,
            “Om, kalau aku sudah bisa melihat lagi aku harap aku bisa bertemu Cakka.” Om Tunggul memberiku selembar kertas, aku tidak tahu apa itu, tapi dia berkata bahwa aku harus menyimpannya dan melihatnya sendiri. Setelah itu Om Tunggul mengantarku ke kamarku, tentu saja aku berterima kasih pada dia.
            Sudah hampir dua bulan aku menjalani hari tanpa cahaya, sampai akhirnya…
            “Iya, dok. Jadi dua minggu lagi donor mata sudah siap? Terima kasih dok,” seketika ayah memelukku dan berkata bahwa aku akan segera bisa melihat lagi. Aku sangat senang mendengar hal itu, dan aku masih menyimpan titipan Om Tunggul di kotak rahasia.
            Dua minggu aku menunggu, akhirnya hari itu tiba. Operasi mata ini membuat jantungku berdetak kencang, tapi dokter menyuruhku untuk tetap rileks, dan membayangkan yang baik jika aku bisa melihat kembali. Tentu saja aku sangat ingin saat aku bisa melihat lagi aku bisa bertemu Cakka.
            “Baik, saat perbannya di buka, buka mata kamu perlahan.” Dengan menuruti instruksi dokter aku membuka mataku perlahan, sedikit demi sedikit cahaya masuk dan terlihat sangat menyilaukan mata.
            “Ayah, aku bisa melihat!” aku langsung memeluk ayahku dan menangis terharu. Sampainya aku di rumah, aku langsung memasuki kamarku. Tapi, sesampainya aku di dalam kamar, air mataku membasahi pipiku.
            “Kenapa, semua tentang Cakka hilang?” gumamku sendiri. Aku langsung menuju kamar orang tuaku, di sana hanya ada ibuku.
            “Bu, kenapa kamarku kosong?” tanyaku tersedu-sedu.
            “Maksud kamu Cakka?” ibuku menghampiriku lalu memelukku.
            “Ayah membuang semua itu karena ayah tidak mau kamu berbuat hal yang sama seperti kemarin.” Aku melepas pelukan ibu, dan pergi menuju kamar.
            “Kenapa semuanya harus di buang? Lebih baik aku tetap buta jika sikap ayah begini.” Tiba-tiba aku teringat pada kertas yang diberikan Om Tunggul, aku langsung membuka kotak itu dan membacanya.  Ternyata itu adalah kartu nama Om Tunggul, tanpa pikir panjang aku mengambil gagang telepon dan menekan nomor yang tertera di kartu nama itu.
            “Halo? Om Tunggul?”
            “Iya, ini siapa?” aku bernapas lega, mendengar suara Om Tunggul kembali.
            “Om, ini aku Claudia yang waktu itu di rumah sakit, yang buta itu om!”
            “Oh, kamu! Apa kamu sudah bisa melihat lagi?”
            “Iya, om. Aku mau bertemu Cakka om,” ketika menunggu jawaban dari om Tunggul, tiba-tiba… Tut…tut…tut… Sambungan diputus! Ayah!
            “Ayah!” seketika ayah menamparku.
            “Untuk apa bertemu Cakka itu?”
            “Ayah, semangatku untuk hidup cuma Cakka! Aku ingin bertemu dia, yah!” Ayah kembali menamparku.
            “Tampar aku terus, yah! Ayah sudah membuang segala yang ku punya tentang Cakka, dan asal ayah tahu semua itu aku beli dengan uang tabunganku, yah!”
            “Apa? Jadi kamu membuang uang tabunganmu dengan hal yang percuma?”
            “Ayah, terserah apa kata ayah tentang aku! Asal jangan pernah meledek Cakka!” aku berlalu, menuju pintu utama dan pergi keluar rumah. Jam pertamaku bisa melihat menjadi jam terburuk yang pernah kulewati. Langkah kakiku menuju taman, tempat biasa aku melampiaskan kemarahan dan kesedihanku.
            “Aku ingin bertemu Cakka!” teriakku di pinggir kolam ikan yang besar, semua orang menatapku sinis, aku langsung bersembunyi di balik semak. Ketika aku bersembunyi, sekelompok anak menghampiriku.
            “Kamu mau bertemu Cakka?” tanya seorang salah satu diantara mereka.
            “Iya, aku sangat ingin bertemu dengannya.”
            “Mau ikut kami? Minggu depan Cakka sedang berlibur dan ku dengar ia mengadakan Meet and Greet di Jakarta.” Mendengar hal itu aku sangat senang, dan bersedia untuk bergabung dengan mereka. Karena aku sudah merasa tenang dan yakin bisa bertemu Cakka, aku pulang. Tapi, ketika berjalan menuju rumah aku berbelok memasuki gang lain untuk menuju wartel. Di sana aku menghubungi kembali Om Tunggul.
            “Halo? Om Tunggul?”
            “Iya, ini siapa?”
            “Claudia, om. Maaf, om, tadi terputus.”
            “Oh, iya tidak apa-apa. Memang kenapa bisa terputus?” aku menceritakan semua kejadian dari sebelum aku buta sampai hari ini. Aku juga mengungkapkan bahwa aku akan ikut MnG Cakka di Jakarta minggu depan, karena Om Tunggul turut berperan penting dalam acara ini maka beliau mau membayari tiketku, dan bersedia menjemputku.
           
            Satu minggu kemudian, ada sebuah mobil parkir di depan rumahku, aku yakin itu Om Tunggul. Benar saja, dia mengetuk pintu dan cepat aku membukanya.
            “Om, selamat datang!” setelah duduk sebentar, aku memanggil ayahku. Aku sengaja meninggalkan dua bapak ini berdua, karena aku takut merusak keadaan. Cukup lama akhirnya namaku disebut, dan aku langsung menuju ruang tamu.
            “Maafkan ayah, ayah terlalu mengatur kamu. Ayah tahu melarangmu adalah hal terburuk, dan bisa membuatmu tetap buta. Maafkan ayah, dan ayah memperbolehkan kamu tetap mengidolakan Cakka.” Mendengar ucapan itu aku langsung memeluk ayahku dan juga Om Tunggul.
            Aku pun masuk mobil Om Tunggul, ketika duduk aku sadar bahwa di sampingku ada… CAKKA!!! Aku berteriak histeris dan memeluk Cakka, Cakka terlihat menutup telinganya karena terganggu dengan teriakanku.
            “Maaf, Cakka.” Aku pun memberikan sebuah sepatu lukis bertuliskan CAKKA love CLUVERS by: Claudia K.N. Cakka terlihat senang, lalu ia menggunakan sepatu itu di acara MnG hari ini. Aku sangat senang, karena segala perjuanganku terbayar sudah…


           

No comments:

Post a Comment

ayo komentar postingan ini, pasti komentar kalian akan sangat berguna buat saya khususnya. komentar ya....