Thursday, November 25, 2010

Sunset Yang Dinanti

Sang raja mentari telah tegap menampa kkan kehebatannya, sambil melihat dua anak yang asyik bermain. Mereka adalah Agni dan Ify, mereka asyik main lompat tali di lapangan diantara anak-anak lain. Ada yang bermain bulu tangkis, sepakbola, petak umpet, dan lain-lain.
“Ify, ayo main sepakbola!” Ajak Agni pada Ify, Agni memang anak yang tomboy sedangkan Ify anak yang pemalu dan feminim. Tapi perbedaan yang sangat mencolok itu malah membuat mereka tetap selalu bersahabat.
“Nggak, Ni. Mending kita main lompat tali lagi.” Agni hanya bisa mengangkat bahu, Agni memang selalu mengalah sebab jika kemauan Ify tidak dituruti pasti Ify akan menangis dan Agni yang disalahkan. Permainanpun terus berlanjut, mereka baru pulang saat cahaya mulai redum, dan sebelum pulang mereka melihat dulu sunset yang indah.
“Ni, kalau nanti kita sudah besar kita harus tetap bersama ya, dan melihat sunset ini bersama lagi dengan pasangan hidup kita juga anak-anak kita.” Tutur Ify lembut pada Agni, Agnipun mengangguk dan tersenyum pada Ify.
***
“Agni, maaf aku terpaksa ikut papa ke Amerika. Aku janji akan menemui kamu lagi, dan kita akan melihat sunset itu lagi.” Itulah kalimat terakhir yang diucapkan oleh Ify, dan Agni memeluk Ify untuk terakhir kalinya.
“Agni, kalau kamu tidak betah tinggal bersama mama kamu, telepon papa dan papa akan menjemputmu lalu membawamu bersama papa.” Agni mengangguk, tapi di dalam hatinya Agni merasa sedih sekali melihat kedua orang tuanya bercerai.
“Ify, selalu hubungi Agni ya. Agni pasti bakal nepatin janji kita!” Mereka berpelukan kembali dan mereka terpisah oleh jarak yang sangat jauh.
“Ma, mama janji kan sama Agni?”
“Iya sayang, mama pasti selalu ada buat adek.” Anak dan ibu itupun berpelukan lalu berjalan menuju tempat parkir dan menuju rumahnya.
Selama perjalanan Agni terus bernyanyi lagu Pergilah Kau. Dan mamanya hanya bisa tersenyum melihat anaknya begitu bahagia pagi itu. Agni, sebenarnya sangat membenci Ify sebab Ify adalah saudara tirinya. Jadi mama Agni itu janda yang mempunyai anak dua yaitu Agni dan Gabriel, tapi sekarang Gabriel tinggal bersama papa kandungnya. Sedangkan Ify adalah anak tunggal. Agni dan Ify seumur, dan papa Ify selalu mengagungkan Ify.
“Sayang, kamu mau nggak ketemu Gabriel?” Agni terdiam, dia kemudian mengangguk. Maka mamanya membanting setir menuju Bandung. Agni sangat menikmati perjalanannya, ia juga sangat senang bisa bertemu dengan kakak kandungnya yang sudah 8 tahun tidak bertemu. Setelah menunggu sekitar dua jam akhirnya Agni sampai di sebuah rumah yang megah dan mewah.
“Mas, untung kamu sudah pulang. Ini aku bawa Agni.” Bapak itu memeluk Agni dengan sangat erat, lalu mengajaknya masuk ke dalam rumahnya.
“Agni, ini kakak kamu Gabriel.” Cowok itu memberi senyumannya, tapi Agni terlihat acuh.
“Kalian main saja dulu.” Mama Agni menyuruh kedua anaknya bermain.
“Punya bola basket nggak?” Tanya Agni dengan sedikit tengil.
“Punya, emang lo bisa main basket?”
“Ya bisa dong, gini-gini juara basket di sekolah. Ayo kita tanding!” Mereka pun bergegas menuju pekarangan rumah itu dan memulai pertandingan. Pertandingan itu sangat seru, sampai Agni mengangkat tangannya dan menyerah pada Gabriel. Ia mengakui bahwa kakaknya sangat jago bermain basket. Dan dimulai dari pertemuan itu Agni menyimpan rasa suka pada Gabriel.
“Agni, aku dengar kamu punya saudara ya? Yang namanya Ify.” Merdengar itu perasaan Agni mulai memanas.
“Kenapa sih kamu nanyain Ify? Nggak penting tahu nggak!” Agni bergegas pergi dan menghampiri mamanya lalu mengajaknya pulang.
“Kami pamit pulang dulu ya.” Sepanjang jalan Agni terus menggerutu, menjelek-jelekkan Ify di depan mamanya, mamanya hanya menggeleng-gelengkan kepalanya. Kemudian tiba-tiba Agni terbayang oleh wajah kakaknya, dan spontan ia meminta nomor handphonenya pada mamanya, lalu segera mengirim pesan pada Gabriel. Dan mereka saling mengirim pesan singkat, dan Agni semakin merasakan bahwa ia benar-benar jatuh cinta pada saudaranya sendiri.
***
Hubungan Gabriel dan Agni makin dekat, dan mereka sering bertemu sebab sekarang Agni sering menginap di rumah Gabriel jika hari libur tiba. Gabriel juga merasa tidak terganggu sebab Agni sangat asyik untuk diajak bermain, tapi Gabriel tidak sama sekali merasa sesuatu yang lebih pada Agni. Dan rasa itu terus berlanjut sampai masa SMA.
“Dek, gimana hari pertama kamu sekolah?” Tanya Gabriel pada Agni yang baru kali ini menginjakkan kakinya di SMA yang sama dengan Gabriel.
“Biasa aja, kakak nanti aku mau dong bisa masuk OSIS.” Gabriel hanya mengacak rambut Agni lalu mengajaknya jalan-jalan. Ternyata Agni di ajak ke sebuah lapangan, yang di sana sedang ada sunset. Sepintas Agni teringat pada Ify, tentang janji mereka lima tahun yang lalu. Tapi Agni tidak menghiraukan ingatannya itu, sebab bagi Agni tanpa Ify adalah hal terbaik sedunia.
“Dek, kamu tahu nggak? Dulu aku pernah bertemu seorang cewek dia kayaknya seusia sama kamu. Kita dulu saling berjanji bahwa akan bertemu lagi disaat sunset yang entah kapan itu.”
“Siapa dia kak?”
“Dia bilang namanya Ify, dan aku pikir dia saudara kamu.” Agni lagsung menatap tajam Gabriel, seolah ia ingin berkata bahwa ia tidak mau membahas tentang Ify lagi!
“Kak, asal kakak tahu ya, Ify itu penghancur hidupku!”
“Apa maksud kamu?”
“Karena dia aku selalu dimarahin papa, dia tuh orangnya manja. Aku selalu ngalah, kalau nggak dia bakal nangis dan ngadu ke papa, sampai aku sering dimarahin sama papa!” Agni pun berlari lalu masuk ke dalam mobil, dan meluapkan kemarahannya dengan menangis.
“Dek, kamu kenapa nangis?”
“Kenapa? Kakak masih nanya? Hati kakak dimana? Dasar nggak punya perasaan!” Gabriel tambah bingung, ada apa dengan adiknya, dan akhirnya mereka pulang. Selama perjalanan Agni tak henti-hentinya menangis.
Pergilah kau…
Pergi dari hidupku…
Bawalah semua rasa bersalahmu…
“Dek, kenapa kamu nyanyi lagu itu?”
“Ih, kakak itu bodoh, atau aku yang terlalu pinter? Sampe kakak nggak bisa membaca perasaanku?”
“Ngeledek lo, dek? Ya udah gue ngaku bodoh, sekarang cerita sama gue yang jelas.”
“Ify, dia merebut kasih sayang papa yang sangat aku inginkan. Dia sangat manja, semua hidup papa selalu ada untuk Ify dan tidak untuk aku. Papa selalu memarahiku jika Ify menangis, sekalipun Ify menangis gara-gara temannya. Aku selalu mengalah pada Ify, jika tidak maka ia akan menangis dan aku yang jadi sasaran untuk dimarahi oleh papa. Dan sekarang rasa benci itu kembali muncul setelah lima tahun aku mencoba melupakannya.”
“Apa yang menyebabkan kamu kembali membencinya?”
“Sebab…” Agni menggantungkan kata-katanya, dan membuat Gabriel penasaran.
“Terusin.”
“Karena orang yang aku cintai, ternyata sudah lebih dulu merebutnya.” Seketika Gabriel menghentikan laju mobilnya, lalu menghadap ke arah Agni.
“Maksud kamu?”
“Kak, kamu terlalu bodoh untuk mengenal cinta. Apa kamu tidak sadar, bahwa aku sangat mencintai kakak. Tapi, Ify juga merebutnya!” Gabriel menggaruk kepalanya, ia bertambah bingung, lalu ia menjalakan kembali mobilnya. Sesampainya di sana Agni berlari memasuki kamarnya. Gabriel menyusul Agni, ia benar-benar tidak paham dengan sikap Agni.
“Dek, maksud kamu Ify merebut aku dari kamu apa?”
“Kakak bilang, bahwa kakak punya janji pada Ify bahwa kakak berjanji pada Ify untuk menemuinya disaat sunset. Berarti kakak sudah punya janji khusus sama Ify, iya kan?”
“Iya, dek. Kakak ingin menyatakan perasaan kakak saat pertama kali bertemu dengannya. Mau kan kamu bantu kakak?”
“Ih, dasar cowok bodoh!” gumam Agni sendiri.
“Iya, iya kakak bodoh.”
“Kok kakak bisa kenal Ify?”
“Kamu tahu kan di dekat lapangan tadi ada rumah sakit? Nah, di sana aku bertemu Ify. Katanya Ify operasi gitu.” Agni tersentak kaget, ia berpikir Ify sebenarnya sakit apa? Lalu ia menghampiri mamanya yang sedang menerima telepon.
“Ma, Ify pernah sakit apa?”
“Apa sayang? Nanti Ify pulang, jemput dia ya…” Agni tertunduk, kemudian ia mengangguk lalu menghampiri kakaknya. Ia berpesan agar esok ia menjemput Ify di bandara dan mengajaknya melihat sunset lalu menyatakan perasaannya pada Ify.

“Ify, aku kangen sama kamu!” Agni memeluk Ify dengan erat dan mencoba menepis segala kebenciannya selama ini.
“Ni, maaf ya aku belum pernah jujur sama kamu. Sebenarnya aku ikut papa karena aku harus operasi, aku terkena kanker otak, Ni.” Agni semakin kaget, ia tak menyangka ternyata selama ini Ify mengidap penyakit yang bisa dibilang berbahaya.
“Ify, maafkan aku juga selama ini aku telah membencimu sebab papa selalu membanggakan kamu, membela kamu, menjadikan kamu nomor satu.”
“Iya, Ni. Aku sadar kok, aku memang yang salah.” Kemudia Ify mengobrol sebentar dengan Gabriel, lalu menuju lapangan tempat sunset yang indah itu. Sesampainya di sana Agni memulai perbincangan.
“Kak, aku sebenarnya suka sama kamu. Tapi aku sadar bahwa kakak suka sama Ify, jadi aku rela melepaskan kamu buat Ify. Kamu mau kan kak?” Gabriel menatap mata Agni tajam, seolah ingin membaca pikiran Agni selanjutnya.
“Ify, aku sangat mencintaimu sejak pertama kita bertemu di rumah sakit, dan rasa it uterus tetap bertahan hingga detik ini. Maukah kamu menjadi pacarku?” Ify menatap Gabriel dan Agni bergantian lalu mengangguk mantap, Gabriel pun berloncat senang dan memeluk Ify dengan erat.

Sunset itu telah menjadi saksi Gabriel dan Ify pacaran, dan Agni sebagai sahabat mereka. Dan Agni lebih memilih ia melihat sahabat dan saudaranya bahagia, daripada melihat ia bahagia sedangkan saudara dan sahabatnya harus merasa sedih. Tapi Agni selalu berusaha agar ia selalu tersenyum walau perih adanya.

No comments:

Post a Comment

ayo komentar postingan ini, pasti komentar kalian akan sangat berguna buat saya khususnya. komentar ya....