Sunday, December 5, 2010

Kenyataan Pahit

“Ayo mama sama Kaila berdiri di sana ya! Nanti papa timer. Siap?” Kata papa sembari meletakkan kameranya lalu menekan tombol timer kemudian berlari menuju tempat aku dan mama berdiri. ‘Tik tik tik’ suara timer kamera membuat kami siaga memasang gigi putih kami :D
‘Cekrik!’ Penantian selama 10 detik telah berakhir, kami pun berlari menuju kamera dan berebut ingin melihat hasilnya. Hari itu memang kami sedang berlibur ke Puncak, dalam rangka merayakan tahun baru. Sehari penuh kami berada di puncak, sungguh menyenangkan sekali bisa sehari penuh dengan orang tuaku. Sungguh hari yang terindah bagiku, baru kali ini aku merayakan tahun baru seseru ini.
“Kaila, kamu senang kan kita liburan seperti ini?” Tanya papa padaku.
“Iya pa, coba setiap bulan kita begini pasti Kaila jadi anak paling beruntung di dunia.” Ucapku bangga, kemudian kami berjalan menuju villa tempat kami menginap hari itu. Malamnya di belakang pekarangan villa, kami asyik memanggang kalau bahasa kerennya sih barbeque. Aku paling suka kalau makan, tapi yang memanggang pastinya mama, tapi kelihatannya asyik juga memanggang, aku pun ikut memanggang bersama mama dan papa.
“Mari makan!” Kata papaku memulai acara makan-makannya, kami sangat menikmati malam itu sampai tengah malam kami masih bercanda tawa. Sampai sekitar pukul satu malam kami menyudahi acara makan-makan lalu bergegas menuju pulau kapuk. Lalu sekitar pukul empat kami berangkat menuju Jakarta. Selama perjalanan aku tetap terlelap, sebab aku tidak biasa tidur lebih dari jam Sembilan jadi aku masih sangat mengantuk.
“Pa, bagaimana rencana perceraian kita?”
“Sudah aku urus, kalau kamu memang maunya begitu baiklah, besok kita bercerai.” Samar-samar ku dengar kata itu dari mulut papa dan mamaku, pertama aku tidak menghiraukan itu sebab aku pun dalam keadaan tak sadar. Saat aku terbangun ternyata aku sudah sampai di rumahku, dan aku sempoyongan berjalan menuju kamarku.
“Kamu masih ngantuk ya Kai?” Tanya mama sembari mengelus rambutku lembut.
“Iya ma, ma aku mau tanya.”
“Apa?”
“Nggak jadi deh,” Aku pun berbaring di kasurku yang empuk lalu terlelap. Dalam mimpiku terlihat mama dan papa bertengkar dan sering mengatakan kata ‘cerai’ dan aku terbangun. Saat aku terbangun aku melihat pintu kamarku tertutup, niatku sebenarnya ingin keluar dari kamar tapi langkahku terhenti di ambang pintu.
“Bagaimana kalau sore ini kita bercerai?” Terdengar suara mama.
“Tapi Kaila belum memilih nanti mau tinggal dengan siapa, kan? Jangan egois Farah!”
“Tapi kalau bukan gara-gara kamu nggak akan jadi begini!”
“Kamu tuh selalu menghabiskan uang untuk hal yang tidak penting!” Orang tua Kaila terlihat sedang bertengkar , sementara Kaila menangis di belakang pintu kamarnya.
“Apa maksud papa dan mama bercerai?” Kailapun menampakkan dirinya, orang tuanya pun merasa kaget.
“Kaila, kamu memang harus segera tahu.” Mama Kailapun mulai menjelaskan rencana perceraian mereka.
“Dan sekarang kamu harus memilih, kelak kamu ingin tinggal bersama mama atau papa.”
“Kaila nggak mau! Pokoknya mama dan papa nggak boleh bercerai!”
“Tapi, sayang?” Kailapun pergi mengambil sepedanya lalu bergegas pergi.
Mama dan papa jahat, apa sih enaknya cerai? Batin Kaila saat ia sedang mengayuh sepedanya. Ternyata Kaila menuju rumah sahabatnya Aurel, ia memang sering curhat atau minta solusi dari Aurel. Sesampainya di depan rumah Aurel, ia pun menekan bel, tak lama Aurel pun datang.
“Kaila? Ada apa ke sini?” Kailapun masuk ke rumah Aurel, dan memulai acara sharingnya.
“Orang tuaku akan bercerai, Rel. Dan katanya nanti sore mereka akan bercerai.” Sedikit demi sedikit air mata Kaila mulai membasahi pipinya.
“Apa tidak bisa dibatalkan saja?”
“Kelihatannya keputusan mereka itu sudah bulat, kamu tahu kan pembicaraan kita kita orang tua? Pastilah apa yang ada dipikiran mereka itu sudah pasti akan terlaksana.”
“Kalau pun terjadi, kamu harus tabah. Dan jika kamu disuruh memilih antara mama dan papa mu. Apa yang pilih?”
“Aku, aku, aku tak bisa memilih antara mereka berdua, Rel. Kamu tahu kan betapa cintanya aku terhadap mama dan papa ku?”
“Kalau begitu kamu buat saja jadwal tinggal. Jadi bisa saja selama 1 minggu kamu tinggal bersama mama, dan minggu berikutnya papa, lalu mama, begitu seterusnya.”
“Mungkin kamu ada benarnya,”
“Satu lagi yang terpenting, jangan pikirkan hal ini, anggap hal ini tidak pernah terjadi. Jangan sampai kamu depresi ya…” Kaila pun memeluk erat sahabatnya itu, dan ia pun pamit pulang.
“Doakan yang terbaik untuk keluargaku ya?”
“Pasti.” Kailapun kembali mengayuh sepedanya dan bergegas menuju rumahnya dengan perasaab hati yang tak karuan.
Sesampainya ia di rumah, orang tua Kaila terlihat sangat rapi, kelihatannya segera akan berangkat ke pengadilan. Kaila pun perlahan menuju ke arah mamanya dan memeluknya erat.
“Ma, apa mama mau ke pengadilan?”
“Iya sayang, sekarang kami menunggu jawaban kamu.”
“Mama, aku pilih mama. Tapi juga papa, jadi bolehkan aku tinggalnya kadang di rumah mama kadang di rumah papa.” Orang tuanya hanya melongo, tapi mereka pun mengangguk. Mereka pun menuju pengadilan walau Kaila tidak ikut, jadi ia terus menangis dan terkadang berteriak keras. Pelampiasan sebelum perpisahan itulah yang Kaila rasakan saat ini, tak pernah terlintas dalam pikirannya bahwa orang tuanya akan bercerai, dan itu adalah mimpi buruk baginya. Setelah menunggu sekitar sati jam lebih orang tuanya pun datang dan membawa bawaan yang sudah dipersiapkan sebelumnya.
“Sekarang kamu mau tinggal di rumah siapa dulu? Mama atau papa?”
“Mama.” Kaila pun menjalani harinya seperti biasa, walau kadang ia merasa ada yang berkurang tapi semua itu akan ia terima dengan lapang dada.

No comments:

Post a Comment

ayo komentar postingan ini, pasti komentar kalian akan sangat berguna buat saya khususnya. komentar ya....