Saturday, December 18, 2010

Perputaran Roda Dunia

“Syafa, kamu sadar dong. Liat tuh orang tuamu, sampai pusing ngurusin kelakuanmu!” nasehat Karla sepupunya Syafa. Syafa memang gadis yang nakal, dan tak tahu dengan aturan, sehingga orang tuanya kerap jatuh sakit karena kelakuan anaknya itu. Sebenarnya dulu Syafa adalah anak yang penurut dan taat agama, tapi sikapnya berubah drastis saat orang tuanya mendadak bangkrut. Entah depresi, atau alasan sebagainya tapi sekarang Syafa sangat gila dengan harta, bahkan ia hampir menjual dirinya demi uang.
“Eh, Karla! Lo tuh siapa? Seenaknya aja ngatur hidup gue!” Syafa mendorong tubuh Karla keras-keras, tentu saja Karla langsung jatuh. Tak heran Syafa begitu kasar pada Karla, bahkan orang tuanya saja sering dimaki-maki olehnya.
“Syafa, aku tahu kamu pasti malu karena sekarang kamu menjadi miskin, iya kan? Tapi kamu tidak perlu menjual diri seperti itu, untung kamu tidak sampai melakukannya jika sampai kamu melakukan itu azab Allah sangatlah pedih.” tak henti-hentinya Karla menasehati sepupunya itu, walau itu tak berhasil menyadarkan Syafa.
“Ceramah aja terus, La. Aku tahu kok kamu anaknya Haji. Tapi jangan sombong kamu! Mentang-mentang anaknya Haji kamu bisa ngatur hidup orang!” kemarahan Syafa sepertinya sudah mebludak, bahkan sebuah tangan hampir mendarat di pipi Karla tapi tercengah.
“Jangan sakiti dia, dia nggak salah, yang salah itu kamu!” Syafa hanya terdiam, melihat lelaki pujaannya membela Karla. Aldo pun membawa Karla pergi jauh-jauh dari rumah Syafa, dan meninggalkan Syafa sendirian.
“Kenapa semua yang aku inginan harus pergi? Pertama kekayaanku, lalu kak Aldo, ini semua gara-gara Karla!” marah Syafa sendirian, sekarang ia tinggal sendiri di rumah sebab orang tuanya pergi ke desa untuk memperbaiki perekonomian keluarga mereka.
Kehidupan Syafa benar-benar berubah, mulai dari penampilan sampai batin. Dulu saat kehidupan Syafa masih terjamin oleh kemewahan, ia rajin salat dan menjalankan segala kewajibannya, tapi sekarang ia telah lupa dengan Allah. Pikiran Syafa yang ada sekarang hanya uang, uang, dan uang, padahal dulu ia tidak begitu mementingkan uang. Faktor lain adalah Aldo lelaki yang dicintainya malah jatuh cinta pada Karla sepupunya sendiri, dan itu membuat pikiran Syafa menjadi tambah kacau.

Pagi itu pintu rumah Syafa diketuk oleh seseorang, langsung ia membukanya. Ternyata ada seorang ustadz yang datang ke rumahnya, yang tak lain pamannya sendiri. Syafa menyambutnya dengan terpaksa.
“Syafa, tahukah kamu sejarah tentang keluarga paman?” Syafa menggeleng.
“Dulu, keluarga paman sangatlah miskin, bahkan sepeda saja tidak punya, ke sekolah jalan kaki, tidak pakai uang jajan, tapi kami tidak pernah diledek oleh teman sendiri sebab kami punya kelebihan yang tidak dimiliki oleh siapapun. Kamu tahu itu apa? Keimanan dan kecerdasan.” Syafa hanya bisa menunduk lesu, kemudian Syafa mulai bicara.
“Bohong! Dari kecil keluarga paman dan ayah sudah hidup mewah kan?”
“Siapa bilang, Syafa? Kamu belum lahir saat itu, yang kamu tahu saat kamu lahir kehidupan kamu penuh dengan kebahagiaan. Pertama paman bangga padamu, kamu itu nyaris sempurna dulu, kamu pintar, shaleha, banyak orang yang sayang sama kamu, bahkan Aldo dulu mengagumi kamu. Tapi semenjak perubahanmu, semuanya menghilang.” mendengar hal itu Syafa tidak menyangka, bahwa dulu ia sangat dikagumi dan memiliki banyak kelebihan, tapi sekarang semua itu hanya kenangan.
“Jika kamu ingin semua itu kembali, mintalah itu pada Allah, berdoa padanya, mohon ampunan, pasti Allah rindu akan untaian ayat Al-Quran dan doa yang engkau panjatkan. Assalamualaikum.” pamannya pun meninggalkan Syafa, ia terus menangis dan meratapi nasibnya saat ini.
“Pokoknya aku harus kembali ke jalan yang benar, aku rindu pada Allah Yang Maha Adil dan Al-Quran yang penuh dengan pengetahuan. Sungguh aku bersyukur telah dibukakan pintu hidayah oleh Allah. Subhanallah.” bergegas Syafa mengambil wudhu dan melaksanakan salah dhuha, sangat khusyuk ia mengerjakan salatnya, tak lupa setelah ia salat ia panjatkan doa lalu membaca ayat suci Al-Quran.
“Ya Allah, begitu Agungnya dirimu, semua takdir telah engkau tuliskan. Dan hamba sangat bersyukur engkau telah membuka pintu hidayah bagi hamba. Hamba mohon ampunan, maafkanlah segala kesalahan hamba yang selama ini sudah hamba lakukan.” pintanya pada Allah, sembari memanjatkan doa air mata mengalir perlahan mengiringi setiap ucapan di bibirnya.
“Allah (Pemberi) Cahaya (kepada) langit dan bumi. Perumpamaan Cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus, yang di dalamnya ada pelita besar. Pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang banyak berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya), yang minyaknya (saja) hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. Cahaya di atas Cahaya (berlapis-lapis), Allah Membimbing kepada Cahaya-Nya siapa yang Dia Kehendaki, dan Allah Memperbuat Perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” ucap Syafa membaca arti QS An-Nur: 35.
Mulai saat itu Syafa telah menjadi wanita muslimah, dan sekarang perekonomian keluarganya mulai membaik. Roda dunia terus berputar, tak ada yang tahu kapan ada di bawah dan kapan di atas, tapi yang terpenting adalah bagaimana sikap kita menghadapi semua itu, dan keimanan itu harus tetap terjaga.

No comments:

Post a Comment

ayo komentar postingan ini, pasti komentar kalian akan sangat berguna buat saya khususnya. komentar ya....